Jumat, 03 April 2009

Jadilah Warga Nahdliyyin yang Berdaya Saing. Wawancara Dengan KH. Ali Irfan Muhtar, B.A.

Diposting oleh admin di 07.47

Wawancara oleh: IHSAN EL-SADAM

Setelah sekian kali reporter LPM Bursa berkunjung ke rumahnya tanpa hasil, akhirnya momentum pertemuan yang telah lama diharapkan terwujud. Mantan Wakil Bupati Jepara ini memang agak sulit ditemui karena intensitas kesibukannya yang luar biasa. Beliau adalah H. Ali Irfan Mukhtar, BA., redaksi ingin mengupas sedikit seputar narasi hidup dan pemikiran-pemikiran beliau tentang pendidikan dan juga dinamika NU di era kekinian.

15 Oktober 1942, adalah momentum bersejarah bagi beliau. Karena hari itu adalah hari beliau dilahirkan dan menjadi hari pertama beliau menjalani proses kehidupan. Sampai hari ini, berbagai dinamika kehidupan telah beliau rasakan. Berbagai profesi juga telah dijalani, mulai dari guru, direktur percetakan, anggota dewan, sampai Wakil Bupati. Petualangannya sampai kini belum berakhir, laki-laki berzodiak libra ini masih aktif diberbagai organisasi dalam rangka melakukan pengabdian kepada masyarakat, baik bagi warga Nahdliyin maupun masyarakat secara umum.

Di usianya yang ke-66, beliau masih bergelut dengan dunia organisasi. Tak kurang dari 11 (sebelas) organisasi yang mencatat namanya dalam struktur kepengurusan. Diantaranya adalah di Yayasan Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (YAPTINU) sebagai ketua yang menaungi tiga perguruan tinggi terbesar di Kabupaten Jepara, yaitu INISNU, STIENU dan STTDNU. Tak cukup hanya itu, namanya juga tercatat sebagai pengurus di yayasan Masalikul Huda, YAPI, Yayasan Al Islah, BMPS, Yayasan Pendidikan Al Ma'arif Jepara, Yayasan Pendidikan Al Ma'arif Bangsri, Paguyuban Bhakti Praja, Badan Amil Zakat Jepara, KONI dan TK Unggulan Tarbiyatul Athfal.

Bagi alumnus IKIP Surakarta yang hobi berorganisasi ini, ada dua filsafat yang harus dipegang teguh dalam berorganisasi :

1. Menurut Kihajar Dewantara “eng ngarso seng tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani”. Yang artinya ketika kita menjadi seseorang yang didepan maka maka berikanlah contoh yang baik, ketika kita berada ditengah-tengahnya maka kita aktif didalamnya dan ketika kita berada dibelakangnya maka berilah dorongan dan pengawasan;
2. Menurut Raden Mas Sosro Kartono, yang terindah adalah “ngluruk tanpo bolo , sugeh tanpo bondo, menang tanpo ngasorake”. Yang artinya ketika kita di dalam suatu kelompok, kita menjadi seseorang yang berpengaruh. Dan seseorang yang berwibawa, disegani atau berharga adalah ketika kita kaya hati, kaya ilmu pengetahuan dan berahlak mulia. Dan ketika kita mengalami kemenangan hendaknya diperoleh dengan tanpa menyakiti (baik lahir maupun batin), dan dia yang kalah akan mengakui kekalahannya dengan mengakui bahwa kita memang lebih unggul.

Sebagai pemegang kebijakan tertinggi di YAPTINU, beliau mempunyai harapan agar Perguruan Tinggi yang ada di bawah YAPTINU mampu memberdayakan kader Nahdliyin sehingga mempunyai daya saing dan mampu menunjukkan peran serta eksistensinya dalam tiga era yang sedang kita hadapi sekarang ini, yaitu era global, era reformasi dan era otonomi daerah.

Menurut kakek yang hobi membaca dan main kartu ini, selama ini NU selalu terpinggirkan dan kalah bersaing diberbagai aspek, terutama dalam bidang pendidikan. Dalam pengelolaan lembaga pendidikan, warga nahdliyin banyak yang menyalah artikan lillahi ta'ala, dimana dalam praktiknya seringkali tidak memperhatikan proses keorganisasian maupun keadministrasian, padahal hal tersebutlah yang menjadi landasan bagi kita untuk maju, berkualitas dan mempunyai daya saing.

Melihat realitas kehidupan masyarakat di era kekinian, beliau memberikan analisis dan juga pemikiran lainnya untuk dapat menjadi bahan pertimbangan dan refleksi bagi masyarakat. Lunturnya idealisme masyarakat yang telah tergerus oleh hedonisme tak luput dari pengamatan suami dari Hj. Siti Zahroh ini. Bagi beliau Idealisme itu indah, tetapi kalah telak dengan materialisme dan kapitalisme.

Masih menurut Pak Ali, dalam hidup ini kita harus menyeimbangkan antara kebutuhan dunia dan akhirat. Beliau menyitir sebuah hadist yang artinya: bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan besok kamu akan mati. “Hadist ini memberikan petunjuk kepada umat Islam agar dalam menjalani proses kehidupan ini harus seimbang antara kebutuhan dunia dan akhirat, sehingga kebahagiaan dunia dan akhirat akan dapat diraih”, jelasnya. Tak cukup hanya itu, Sarjana Muda dari IKIP Surakarta ini menambahkan argumentasi bahwa sebagai jalan untuk mencapai kehidupan yang dinamis dan harmonis, kaum ahlussunnah wal jama'ah (aswaja) mengenal istilah toleransi, jalan tengah, tegak lurus, adil, dan seimbang, yang dijadikan pedoman bagi warganya.

Sebagai catatan akhir, beliau berpesan kepada para mahasiswa yang menjadi ujung tombak bangsa Indonesia, harus bekerja keras agar menjadi kader bangsa yang berkualitas, berintelektual tinggi dan dapat diandalkan, bukan hanya sekedar menyandang gelar STIE (Sekolah Tidak Ijazah Entuk). Yang diharapkan tentunya adalah warga nahdliyyin mampu bersaing dengan masyarakat global. Amin.

1 komentar on "Jadilah Warga Nahdliyyin yang Berdaya Saing. Wawancara Dengan KH. Ali Irfan Muhtar, B.A."

Anonim mengatakan...

ngikut nek gitu. ayo cah bursa tetep super!!!

Posting Komentar

 

LPM BURSA Copyright 2009 Reflection Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez