Jumat, 03 April 2009

AKU SAYANG BUMI; KEMBALI KE ALAM

Diposting oleh admin di 07.42


Oleh: NERLIAN GOGALI

Profesor Dr Robert MZ Lawang dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Sosiologi Modern pada FISIP UI, Depok, tanggal 15 November 2006, menyatakan, masyarakat Indonesia umumnya anti-desa. Lebih lanjut, Lawang mengatakan, perhatian birokrat, termasuk DPR, terhadap masalah desa hilang karena berkembangnya mental turis pembangunan sehingga menghilangkan esensi sesungguhnya, yaitu mengamati, merumuskan masalah orang desa, dan memperjuangkannya. Sementara itu, pengamat pertanian, HS Dillon membenarkan bahwa kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla tidak berpihak kepada pertanian. Sebaliknya berpihak pada perkembangan industri yang bertolak belakang dengan kondisi mayoritas masyarakat Indonesia yang agraris.

Kenyataan bahwa masyarakat Indonesia umumnya anti-desa, adalah salah satu kondisi yang mempercepat ketidakpedulian terhadap lingkungan. Dengan kata lain, di masa depan, kota-kota akan menjadi tempat hidup hampir semua umat manusia. Setiap kota, baik yang membesar secara horizontal maupun vertikal, memerlukan teknologi untuk melayani hubungan-hubungan yang terjadi di dalamnya. Dalam hal inilah alam seringkali terabaikan karena semakin besar dan canggih teknologi yang digunakan menjadi semakin mahal biaya untuk menghidupinya dan menjadi semakin tidak ramah terhadap lingkungan.

Penelitian intensif para ilmuwan menunjukkan bahwa planet bumi telah terancam. Hal itu terutama disebabkan karena perubahan iklim, hilangnya banyak habitat dan ekspansi yang dilakukan oleh manusia serta kepunahan spesies bertambah tinggi dalam 20 tahun terakhir. Ekspansi manusia dalam pengolahan alam menjadi yang pertama-tama dianggap bertanggung jawab memunculkan ancaman tersebut. Ekspansi tersebut diawali di era revolusi Industri dimana proses produksi dan konsumsi mulai mendorong eksploitasi lingkungan alam ataupun mahluk hidup lainnya yang tidak kepalang. Dan, ekspansi tersebut seringkali dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota, atau metropolis. Peradaban kota berubah karena kemungkinan-kemungkinan baru yang intense dan dramatis yang dibawa oleh ilmu pengetahuan dan teknologi—termasuk tentang manusia itu sendiri, baik fisik maupun psikis. Oleh karena itu, di akhir abad ke-19 mulai dirasakan hadirnya manusia baru, “manusia metropolitan” (Georg Simmel, Metropolis and Mental Life).

Ekspansi manusia telah menyebabkan lapisan ozon, tameng yang melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet, menjadi rusak atau mengalami penipisan. Penipisan lapisan ozon dipercaya meningkatkan berbagai penyakit infeksi seperti menurunnya kekebalan tubuh, kanker kulit, katarak mata, dan juga kerusakan pada lingkungan hidup. Kerusakan dimulai dari putusnya rantai makanan pada ekosistem akuatik di laut sampai gagalnya berbagai hasil panen termasuk kerusakan material pada bangunan dan benda-benda lain yang terkena langsung sinar matahari.

Pada tanggal 16 September yang merupakan hari ozon internasional, isu tentang ozon dan kerusakannya adalah salah satu isu yang terus menerus menjadi bahan kajian di beberapa negara. Kerusakan ozon tidak terlepas dari perilaku kita terhadap alam. Efek rumah kaca (ERK) yang menjadi salah satu penyebab dari kerusakan ozon. Ini terjadi antara lain karena penggundulan hutan, polusi, dan pencemaran udara lainnya.
Di Indonesia, hal yang disebutkan di atas terjadi setiap hari di sekitar kita dan terus saja terjadi hingga tingkat yang parah. Penebangan hutan di daerah Kalimantan adalah salah satu dari sekian kasus eksploitasi manusia terhadap alam yang tidak saja berdampak buruk pada saat ini dalam bentuk kabut asap tetapi juga dipastikan menyumbang penipisan lapisan ozon. Bencana alam lainnya seperti kelaparan, gagal panen, menularnya berbagai penyakit, banjir yang rutin datang setiap tahun adalah sebagian dari gejala yang menunjukkan bahwa kita telah menyakiti bumi. “Peringatan” yang diberikan oleh alam, sudah sepatutnya mendapat perhatian dan mendorong umat manusia lebih menyayangi bumi, melakukan gerakan bersama untuk melindungi lingkungan. Alih-alih mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih peduli terhadap alam, ketidaksanggupan pemerintah mengatasi berbagai bencana alam dan bencana sosial secara tidak langsung menunjukkan bahwa kita yang harus memulainya.

Program Cinta Lingkungan
Berbagai aturan dan konvensi dibuat oleh negara-negara di dunia untuk memastikan bahwa semua pihak terlibat aktif dalam upaya perlindungan bumi. Pada tahun 1986, kesadaran terhadap upaya untuk menyelamatkan lingkungan mendorong para pemimpin agama para pemimpin agama, mengadakan pertemuan membincangkan sumbangsih agama-agama menghadapi krisis lingkungan dan konservasi alam yang terjadi di bumi. Pertemuan tersebut menghasilkan: “Deklarasi Assisi” dimana masing masing agama memberikan pernyataan tentang peran mereka dalam melestarikan alam:

“Kerusakan lingkungan hidup merupakan akibat dari ketidak taatan, keserakahan dan ketidak pedulian (manusia) terhadap karunia besar kehidupan.” (Budha).

“Kita harus, mendeklarasikan sikap kita untuk menghentikan kerusakan, menghidupkan kembali menghormati tradisi lama kita (Hindu).”

“Kami melawan segala terhadap segala bentuk eksploitasi yang menyebabkan kerusakan alam yang kemudian mengancam kerusakannya,” (Kristiani)

“Manusia adalah pengemban amanah,”berkewajiban untuk memelihara keutuhan CiptaanNya, integritas bumi, serta flora dan faunanya, baik hidupan liar maupun keadaan alam asli,” (Muslim)


Efek rumah kaca dan akibat-akibatnya yang mungkin ditimbulkan juga telah mendorong lahirnya Protokol Kyoto. Protokol ini telah disepakati pada Konferensi ke-3 Negara-negara pihak dalam Konvensi Perubahan Iklim (The United Nations Frame Work Convention on Climate Change/the UNFCCC) yang diselenggarakan di Kyoto, Jepang tanggal 11 Desember 1997. Protokol Kyoto yang merupakan sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990. Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca (karbon dioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC dan PFC), yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-2012.

Indonesia sebagai negara berkembang, belum diwajibkan menandatangani protokol ini. Mungkinkah ini yang menyebabkan kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia menjadi sangat tidak ramah lingkungan? Kenyataannya, pemerintah Indonesia terobsesi mengejar kemajuan teknologi, mengorbankan lingkungan dan mengabaikan kearifan lokal dalam pengelolaan alam.

Pegiat Lingkungan
Selain berbagai aturan dan konvensi yang disepakati bersama, berbagai organisasi, komunitas didirikan sebagai bentuk keprihatinan nyata atas meluasnya kerusakan lingkungan. Green Peace adalah salah satu komunitas besar dunia yang melakukan gerakan peduli lingkungan. Di Indonesia kita mengenal Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), dan gerakan masyarakat Adat yang giat memperjuangkan perlindungan terhadap alam termasuk di dalamnya melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada lingkungan.

Tidak hanya para aktivis lingkungan yang secara terorganisir melakukan pengawasan ketat pada kerusakan lingkungan. Dalam perkembangan dunia yang dimanja oleh teknologi, bahaya menipisnya lapisan ozon yang selanjutnya berakibat pada banyak hal negatif dalam kehidupan manusia, telah mendorong sekelompok orang untuk mengkampanyekan hidup menyayangi bumi. Misalnya, salah satu blog di dunia maya menyebut dirinya ”Aku Sayang Bumi” blog berwarna hijau tersebut memanfaatkan teknologi untuk mengkampanyekan apa yang mereka sebut: tempat para blogger yang cinta lingkungan dan mau melakukan sesuatu untuk bumi, hal-hal yang kecil saja dulu. Blog ini memuat artikel-artikel sederhana mengenai apa-apa yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari yang bisa membantu melindungi bumi. Di Jakarta, ratusan orang termasuk para direktur beberapa perusahaan yang tergabung dalam komunitas Bike To Work (B2W) memilih untuk menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi untuk alasan kesehatan dan keramahan pada lingkungan. Di Jogjakarta dibuat jalur khusus untuk pengguna sepeda untuk mengembalikan kepedulian masyarakat pada transportasi yang ramah lingkungan.

Di beberapa tempat, diserukan untuk belajar dari para petani dan menggunakan produk pertanian organik. Salah satu tokoh populer yang mengembangkan pemikiran tentang pertanian organik adalah Masunobu Fukuoka dari Jepang. Pertanian organik berangkat dari filosofi alam, bahwa alam memiliki kemampuan untuk mengembalikan kesuburannya apabila tidak dieksploitasi berlebihan. Penurunan kesuburan hasil panen dan ledakan hama dipastikan karena manusia tidak belajar dari alam. Hal lain yang juga penting adalah prinsip kesederhanaan yang diyakini oleh pengelola pertanian organik, yaitu, kecukupan kebutuhan pangan dan hidup dapat dipenuhi dengan kesederhanaan dan tidak berlebihan, sehingga kita lebih arif dalam memanfaatkan sumber daya yang ada alias tidak mengeksploitasinya.

Proses transformasi gerakan sayang bumi dan kembali ke alam yang juga efektif adalah melalui pendidikan di sekolah. Sementara diberbagai tempat terdapat banyak sekolah yang cenderung mengagungkan teknologi, dan mengejar taraf internasional, Qor'yah Toyibah di Salatiga dan Madrasah Sururon yang dikelola oleh Serikat Petani Pasundan di Garut adalah salah satu sekolah yang mengembangkan kurikulum pendidikan dengan menggunakan alam sebagai tempat belajar. Demikian halnya dengan SD Mangunan di Yogyakarta. Para siswa diajak untuk belajar mengenal alam dan memungkinkan mereka untuk mengelola alam dengan bijak, sebagian malah bercita-cita menjadi petani, sesuatu yang langka di dunia pendidikan saat ini.

Dimulai dari Diri Sendiri
Sebagai bagian dari masyarakat yang sebagian besar tinggal di kota, gerakan sayang bumi bukanlah hal yang mustahil dan mahal untuk dilakukan. Memperbaiki gaya hidup menjadi bagian terpenting. Hemat penggunaan listrik, menggunakan transportasi ramah lingkungan (seperti sepeda), menanam pohon di rumah dan sekolah,
Mendaur ulang kaleng, botol, kantong plastik, dan koran. Menggunakan produk daur ulang sehingga mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan sampah dan membantu penyelamatan sumber daya alam, seperti pohon, minyak bumi, dan bahan metal seperti aluminium juga adalah hal yang mudah dan berharga untuk dilakukan karena untuk membuat produk daur ulang dibutuhkan lebih sedikit energi yang digunakan daripada produk baru. Karena itu dalam berbelanja, carilah produk yang memiliki tanda daur ulang - tiga anah panah membentuk suatu siklus. Prokus yang dapat di daur ulang umumnya dibuat dari benda yang telah digunakan.

Alih-alih mengharapkan, menunggu pemerintah membuat kebijakan yang ramah lingkungan, pilihan hidup sehat dan kembali ke alam, adalah pilihan yang bermanfaat bagi diri sendiri sekaligus pada saat yang sama menjadi bagian dari gerakan bersama menyayangi bumi. Untuk diri sendiri dan peradaban manusia dan alam.

penulis adalah anggota dewan penasehat Gabungan Kelompok Tani Bumi Mekarsari Desa Sowan Kidul Kedung, yang juga memiliki kepedulian pada konflik dan kekerasan

gambar dari sini

0 komentar on "AKU SAYANG BUMI; KEMBALI KE ALAM"

Posting Komentar

 

LPM BURSA Copyright 2009 Reflection Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez