Jumat, 03 April 2009

FAKIR DAN MISKIN PERLU DIBINA

Diposting oleh admin di 07.10



oleh: H.A. BAROWI TM, M.Ag.

Sebagai salah satu rukun Islam, zakat menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan setiap umat Islam. Dalam berbagai diskursus keagamaan, zakat menjadi salah satu isu yang cukup populer dengan munculnya gagasan-gagasan baru serta kritik terhadap zakat. Dalam edisi kali ini, redaksi melakukan wawancara dengan Drs. H. Ahmad Barowi TM, M.Ag, Pembantu Rektor III INISNU Jepara yang juga anggota DPRD Kabupaten Jepara. Berikut hasil wawancara tersebut:

Akhir-akhir ini muncul gagasan untuk menjadikan zakat sebagai strategi mengentaskan kemiskinan, bagaimana Bapak melihat hal tersebut ?

Zakat tidak bisa untuk mengentaskan kemiskinan, tapi untuk membantu orang-orang miskin. Allah telah menetapkan bahwa dalam hidup ini ada orang miskin dan ada orang kaya, jadi kita tidak bisa menghilangkan kemiskinan. Ya, minimal hanya mengurangi jumlah orang-orang miskin, bukan mengentaskan. Antara orang miskin dan orang kaya sebenarnya ada hubungan yang sangat erat, kedua belah pihak saling membutuhkan dan diuntungkan. Orang kaya misalnya, membutuhkan orang-orang miskin untuk bekerja dalam usahanya, begitu juga orang miskin membutuhkan orang kaya untuk mendapatkan pekerjaan. Tapi memang fakir miskin mendapatkan perhatian serius dalam Islam.

Seperti apa perhatian yang diberikan ?

Perhatian yang diberikan adalah dengan memprioritaskan orang-orang fakir dan miskin untuk menerima zakat bila dibandingkan dengan mustahiq zakat yang lainnya. Hal ini sejalan dengan adanya misi kemanusiaan dari zakat itu sendiri. Mereka yang tergolong orang-orang fakir dan miskin adalah yang lebih membutuhkan uluran tangan dari orang-orang yang mampu. Dalam Islam bentuknya bisa berupa zakat dan juga shadaqoh.

Bagaimana Bapak memaknai fakir dan miskin ?

Saya kira ketika berbicara mengenai definisi tentang fakir dan miskin, kita dapat mengacu pada ketentuan yang ada dalam kitab fikih klasik. Batasan miskin yang telah dirumuskan pada waktu itu saya kira masih bisa dipakai, hanya mungkin akan berbeda jika kita berbicara fakir dan miskin dengan mengukur kuantitas harta yang dimiliki. Dalam praktik dilapangan, terkadang kita mengalami kendala tentang masalah tersebut, contohnya di desa saya ini, ada beberapa orang yang sebelumnya telah kami catat sebagai orang miskin dan berhak menerima zakat, tetapi ketika zakat itu kami berikan kepada yang bersangkutan, eh, malah ditolak. Alasannya karena dia tidak mau dianggap miskin. Ironisnya, dia mengaku miskin ketika ada program pemberian BLT kepada warga miskin, bahkan jumlahnya langsung membengkak dari data semula.

Bagaimanakah konsep pengelolaan zakat yang baik sehingga dapat tepat guna dan berdaya guna?

Sebelumnya memang harus ada kesadaran dari tiap pribadi untuk membayar zakat, sebaik apapun pengelolaan zakat tapi jika tidak ada kesadaran dari para muzakki untuk membayar zakat hasilnya tidak akan optimal. Selain itu, harus ada pembinaan terhadap mustahiq zakat, terutama untuk fakir dan miskin. Jadi zakat tidak hanya diberikan kemudian selesai, tapi perlu pembinaan agar zakat yang telah diberikan dan diterima oleh fakir miskin lebih produktif. Misalnya digunakan untuk membeli hewan ternak yang nanti dapat dikembangbiakkan, atau sebagai modal usaha. Dengan demikian zakat akan lebih bermanfaat. Budaya masyarakat kita, kalau mendapatkan zakat, langsung cepat-cepat dihabiskan, sehingga setelah itu tidak ada sisa untuk dikelola lagi. Budaya boros semacam inilah yang harus dihilangkan. Insya Allah, zakat yang diberikan akan lebih bermanfaat dan produktif.

Belakangan ini muncul wacana untuk mengembangkan harta yang perlu dizakati, sepeti zakat profesi, investasi, obligasi dan lainnya, bagaimana menurut Bapak tentang gagasan tersebut ?

Jadi, hukum itu kan muncul sesuai dengan setting sosialnya, saya kira konsep tentang apa saja yang perlu dizakati perlu untuk lebih dikembangkan lagi, tidak hanya seperti apa yang diberlakukan pada masa-masa dulu. Jika kita hanya menganut apa yang sudah diatur pada masa dahulu, saya kira akan sulit dilaksanakan hari ini. Misalnya zakat mal berupa tumbuh-tumbuhan, zakat binatang ternak, zakat emas dan perak serta perniagaan akan sulit dilakukan karena sudah jarang orang yang memiliki kekayaan semacam itu. Selain itu, beberapa jenis zakat tersebut belum mengakomodir realita hari ini. Sumber penghasilan seseorang sekarang lebih variatif.

Pemerintah telah menerbitkan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, apakah dalam hal zakat pemerintah harus memberikan intervensi dengan menerbitkan aturan tersebut ?

Sebenarnya zakat masuk dalam wilayah intenal agama. Tapi segala sesuatu memang perlu diatur, paling tidak dengan adanya undang-undang tersebut masyarakat akan diingatkan tentang kewajibannya dalam menunaikan zakat. Selain itu, undang-undang tersebut dapat memberikan kepastian hukum dalam pengelolan zakat, baik oleh masyarakat maupun pemerintah.

Apakah undang-undang tersebut sudah efektif diberlakukan ?

Belum, apa yang telah diatur dalam undang-undang tersebut belum dilaksanakan secara maksimal. Dan memang, dalam undang-undang tersebut, Negara tetap menghargai ketentuan dan mekanisme yang ada di dalam agama. Negara, sebagaimana diatur dalam aturan tersebut tidak memaksa ummat Islam untuk menunaikan zakatnya. Hal ini karena Indonesia bukanlah Negara Islam, berbeda dengan konteks dahulu ketika Sahabat Abu Bakar memerangi mereka yang ingkar dengan menolak menunaikan zakat.

Reporter : denis & azhar

gambar dari sini

0 komentar on "FAKIR DAN MISKIN PERLU DIBINA"

Posting Komentar

 

LPM BURSA Copyright 2009 Reflection Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez