Jumat, 03 April 2009

BUDAYA INTELEKTUAL TERKIKIS, MAHASISWA MENANGIS

Diposting oleh admin di 06.39



Oleh: FITRIYANTO

Berbicara mengenai budaya intelektual, sebenarnya apa sih budaya intelektual itu? Kita sebagai mahasiswa pasti pernah mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan penunjangan intelektual kita, penunjang dalam prosesi perkuliahan, bahkan penunjang dalam penambahan wawasan kita guna menambah keilmuan sebagai bekal kehidupan kita yang akan datang.
Segala jenis aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa dimana kegiatan tersebut adalah sebuah karya, sebuah hasil pemikiran mereka, sebuah budi daya mereka yang berkaitan dengan upaya peningkatan intelektual mereka inilah yang kemudian disebut dengan budaya intelektual.

Macam-macam budaya intelektual
Kegiatan apapun yang dilakukan oleh seorang akademisi yang tujuannya adalah sebagai sarana pembentukan dan peningkatan intelektual mereka dapat dikatakan sebagai budaya intelektual. Tidak hanya kegiatan-kegiatan yang bersifat formal yang dilaksanakan melalui sebuah organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus yang dapat disebut sebagai budaya intelektual. Namun segala jenis kegiatan asalkan bertujuan pada perkembangan pola pikir, tingkah laku, cara bicara beserta gayanya, dan penunjang pendidikan.

Ada beberapa macam kegiatan yang dapat dimasukkan sebagai budaya intelektual, diantaranya:
1. Membaca.
Sepele tapi sangat sulit dilakukan. Ya.. membaca, salah satu budaya intelektual yang dulu sering dilakukan oleh mahasiswa adalah membaca. Ketika Islam lahir di dunia, wahyu yang pertama kali turun kepada sang Nabi adalah surat Al-Alaq dimana isi dari surat tersebut adalah perintah Allah kepada segenap manusia untuk membaca. Mengapa? Karena dengan membaca, segala pengetahuan, ilmu dapat kita dapatkan.

Lantaran hanya dengan membaca kita dapat mengetahui tentang keadaan yang terjadi di berbagai tempat bahkan keadaan alam di belahan dunia lain. hal ini persis seperti apa ayang telah dikatakan oleh seorang bijak, bahwa “Jika ingin tahu dunia, maka bacalah buku” sungguh luar biasa hebatnya jika seseorang mau membaca, mengapa tidak? Dengan membaca, maka daya ingat seseorang akan terasah. Semakin terasah daya ingat, berarti otak akan bekerja sebagaimana mestinya. Kerja otak yang maksimal dapat memberikan gagasan-gagasan yang spektakuler. Ketika gagasan-gagasan tersebut direalisasikan dan ternyata dapat membawa perubahan atau dapat bermanfaat bagi masyarakat luas apa tidak hebat namanya?. Meminjam apa yang pernah diutarakan oleh Dave Meir dalam bukunya, “Accelerated Learning Handbook” bahwa ternyata kebiasaan membaca buku akan mampu mengatasi kepikunan di masa tua, dimana dengan membaca buku sama dengan menumbuhkan syaraf baru di otak yang disebut dengan dendrite. Dendrite merupakan salah satu komponen di otak yang bertugas mengalirkan dan mengaitkan informasi. Jadi ketika kita membaca, berarti kita telah berupaya untuk tetap menjadi awet muda.

2. Menulis.
Merupakan aktifitas yang mengasah kemampuan dalam merangkai kata-kata atau mengolah data, dimana kegiatan ini merupakan sebuah aktifitas perumusan kembali berbagai masalah yang pernah dialami dan dibaca pada masa lalu, kemudian direkonstruksi dan dikompilasi melalui pena menjadi sebuah karya tulis. Hal ini penting uantuk dilakukan, karena dengan menulis, gagasan-gagasan hebat dapat terkontribusikan.

Kekuatan sebuah tulisan sangatlah dahsyat. Dengan tulisan, masyarakat dapat belajar, dengan sebuah tulisan manusia dapat terdidik. Dengan sebuah tulisan, perubahan yang lebih baik dapat diciptkan. Dengan sebuah tulisan, banyak orang yang terhibur. Bahkan sebuah tulisan mampu menjadi kontrol sosial dunia. Tapi yang paling penting dengan sebuah tulisan, skala intelektual masyarakat semakin meningkat dimana endingnya adalah kecerdasan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara meningkat sehingga visi berbangsa dan bernegara tercapai.

3. Diskusi

Diskusi juga tidak kalah penting. Setelah kita mampu membaca, sangup untuk menulis namun tidak mampu mentransformasikan dalam bentuk kata juga kurang sempurna. Harus ada balancing jika ingin menciptakan perubahan. Kita membaca keadaan yang telah terjadi kemudian menulis gagasan yang muncul dari pembacaan keadaan kemudian didiskusikan bersama guna mendapatkan kesepahaman sehingga dapat menentukan langkah yang terbaik yang harus dilakukan.

Sebenarnya banyak contoh kegitan demikian, seperti seminar, diskusi kecil komunitas serius, pelatihan, presentasi perkuliahan dan lain-lain, yang mengandung unsur interaktif komunikatif.

Kondisi Mahasiswa Terkait Budaya Intelektual
Menurut Bambang Kusmanto -salah seorang mahasisa Institut Islam Nahdlatul Ulama’ Jepara- mengatakan bahwa mahasiswa memiliki berbagai tanggung jawab yang meliputi tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Allah maupun sebagai warga negara. Hal ini terkait bahwa mahasiswa memiliki identitas diri yang terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, dinamis, sosial, dan insan mandiri (Buletin Transformatif. September 2007 hal : 19).

Dari berbagai tanggung jawab yang diemban oleh para civitas akademik tersebut, maka seorang mahasiswa dituntut untuk memiliki intelektualitas yang berkapasitas mencukupi. Kemudian untuk mewujudkan keinginan tersebut hal yang harus dilakukan adalah membudayakan budaya intelektual mereka. Dengan semangat tholabul ‘ilmi, dan berbekal kesadaran atas kekurangan akhirnya berbagai kegiatan intelektual seperti diskusi, bedah buku, hingga semiloka ataupun seminar mereka lakukan. Dan selalu berpikir untuk masa depan yang lebih cerah.

Namun menilik relaita yang terjadi sekarang, mayoritas mahasiswa sejak tahun 2006 terkesan tidak memperhatikan tanggung jawab mereka. Sehingga budaya-budaya yang menunjang peningkatan kecerdasan, kepekaan dan pencarian solusi banyak ditinggalkan. Mereka seakan-akan tidak pernah membayangkan betapa sangat berharganya kegiatan intelektual yang ditinggalkan tersebut. Mereka tidak mengerti bahwa hanya dengan menulis, gagasan atau inspirasi mereka dapat terbaca oleh khalayak umum. Mereka juga tidak mengerti bahwa hanya dengan diskusi mereka akan mampu berbicara dan mengungkapkan gagasan dengan lebih baik kelak. Satu kuncinya “Berbekal Konsistensi, Komitmen, Ikhlas dan Sabar” seorang mahasiswa akan mampu mencapai apa yang mereka harapkan.

Dampak ditinggalkannya budaya intelektual.
Ada beberapa dampak negatif karena meninggalkan budaya intelektual bagi akademisi:

1. Memunculkan rasa tidak percaya diri dan terasing.

Ketika otak tidak pernah terasah dengan kegiatan yang dapat membuat otak bekerja (berpikir) maka seseorang akan terbiasa dengan keadaan tersebut. Kemudian lama-kelamaan akan kehilangan kemampuan merespon keadaan yang terjadi di sekitarnya. Ketika mereka hidup seorang diri maka hal tersebut tidak menjadi sebuah masalah namun manusia adalah mahluk sosial, mereka tidak akan bisa hidup tanpa kehadiran orang lain. Bagaimana jadinya ketika mereka harus bersinggungan dengan masyarakat? Mereka kehilangan kepercayaan diri, merasa terasing lantaran tidak sanggup mengimbangi yang lain.

2. Tidak Marketable

Itulah yang akan terjadi ketika seorang mahasiswa meninggalkan kegiatan yang akan menunjang kemampuan mereka dalam bermasyarakat kelak.

Solusi
Ada beberapa kiat khusus untuk mereka yang menyadari pentingnya budaya intelektual.
• Perbaiki niat sebagai seorang mahasiswa yang notabene adalah seorang pelajar.
• Ingatlah bahwa segala amal tergantung pada niat (Inamal a’malu bin niat)
• Mulai perubahan dari diri sendiri.
“Tidak perlu menunggu besok ketika kamu sanggup melakukannya sekarang”
• Ciptakan hubungan emosional yang baik dengan orang lain.
• Buatlah komunitas yang dapat mengcover budaya intelektual seorang akademisi.
Tidak perlu terlalu banyak orang untuk memulai sebuah perubahan. Cukup 5-7 orang untuk memulainya.
• Tetap konsisten, komitmen, ikhlas dan sabar.

Hidup mahasiswa......................



Referensi
Ahnan, Maftuh. 1992. Mutiara Hadits Shohih Bukhari. Surabaya : Karya Ilmu.
Al-Bantani, Imam Nawawi. 2005. Nashaihul Ibad – Nasihat-nasihat untuk Para Hamba. Bandung : Irsyad Baitus Salam.
Bambang Kusmanto, Mahasiswa Pragmatis Masyarakat Menangis (Buletin Transformatif). Edisi ke-3 September 2007 hal : 19. PMII Komisariat Ratu Kalinyamat Jepara.
Ismi Laila Ulfa, Penulis Kampus (Majalah Bursa – Media Transformasi Wacana). Edisi VII Januari 2008. hal : 50.
Rahman, Dudung abd. 2004. 350 Mutiara Hikmah dan Syair Arab. Tasikmalaya : MQ Media Qolbu.

gambar dari sini

0 komentar on "BUDAYA INTELEKTUAL TERKIKIS, MAHASISWA MENANGIS"

Posting Komentar

 

LPM BURSA Copyright 2009 Reflection Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez