Kamis, 19 Maret 2009

Jepara Berubah: Menuju Partai Sebagai Mesin Politik

Diposting oleh admin di 08.18

MUKADDIMAH

Partisipasi yang sedang dituntut saat ini adalah merupakan suatu proses perubahan, dimana dari perubahan tersebut ada pihak yang menginginkan dan ada yang menolak. Dari kedua belah pihak masing-masing memiliki alasan tersendiri untuk mendukung argumentasi mereka.

Di bawah ini beberapa argumen dari pihak yang mendukung partisipasi antara lain:

1. Efisien: partisipasi dapat meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan pembangunan, dimana sumberdaya serta kemampuan lokal dapat dipergunakan untuk menghindari tingginya biaya penggunaan sumberdaya dan kemampuan yang berasal dari luar. Jika masyarakat dilibatkan dari awal, maka kepentingan dan kebutuhan mereka akan dapat terpenuhi pada saat perencanaan dimana perubahan dapat lebih mudah dilakukan dibandingkan pada akhir proses dimana perubahan akan berdampak pada biaya serta waktu.

2. Efektif: partisipasi dapat meningkatkan efektifitas pengelolaan pembangunan, karena dengan terlibatnya masyarakat lokal yang lebih memahami kondisi, potensi serta permasalahan, maka kebutuhan lokal pun akan lebih teridentifikasi.

3. Menjalin kemitraan: partisipasi dapat mendorong terwujudnya kemitraan antara berbagai pelaku pembangunan dengan didasarkan pada rasa saling percaya, sehingga dialog dan konsensus akan terwujud untuk meraih tujuan yang disepakati.

4. Memberdayakan kapasitas: partisipasi dapat meningkatkan kapasitas para pelaku khususnya dalam melakukan negosiasi dan pengelolaan pembangunan.

5. Memperluas ruang lingkup: partisipasi dapat memperluas ruang lingkup dari kegiatan pembangunan, dimana masyarakat akan memahami tanggung jawabnya dan akan berusaha mengembangkan aktifitas pembangunan tersebut.

6. Tepat sasaran: partisipasi akan meningkatkan ketepatan dalam mengidentifikasi kelompok sasaran dari berbagai program pembangunan.

7. Berkelanjutan: partisipasi akan mendorong berkelanjutannya berbagai aktifitas pembangunan, karena masyarakat akan mempunyai rasa memiliki dan ikut serta menjaga proses maupun hasil dari pembangunan itu sendiri.

8. Pemberdayaan kelompok marginal: partisipasi akan meningkatkan status maupun kualitas hidup dari kelompok marginal (miskin, perempuan, dan minoritas) yang selama ini terlupakan, karena mereka akan memiliki kesempatan untuk dapat mengambil peran dalam menentukan kegiatan pembangunan yang tepat untuk mereka.

9. Meningkatkan akuntabilitas: partisipasi bila dilakukan secara sungguh-sungguh akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Sedangkan argumen umum yang digunakan oleh pihak yang tidak menghendaki adanya partisipasi adalah tingginya biaya yang diperlukan dan lambatnya proses pengambilan keputusan.

HAMBATAN PARTISIPASI

Pelaksanaan konsep partisipasi tidak semudah yang dibayangkan, meskipun kelihatannya sederhana. Dari mulai struktur maupun sistem pemerintahan sampai dengan kapasitas pelaku, ikut berkontribusi dalam menentukan berhasil atau tidaknya partisipasi. Dapat diprediksi bahwa untuk menjalankan proses partisipasi akan menghadapi berbagai hambatan. Beberapa hambatan yang dapat diidentifikasi antara lain; Pertama, minimnya rasa saling percaya antara pelaku. Kepercayaan terhadap kemauan maupun kemampuan sesama pelaku merupakan dasar dari dialog dan kerjasama yang mereka lakukan. Jika tidak ada rasa saling percaya maka dapat dikatakan dari awal bahwa proses partisipasi tidak akan berdampak positif terhadap pengelolaan pembangunan.

Ke-dua, perbedaan kepentingan yang tidak dapat dikompromikan. Ketika setiap pelaku, kelompok, maupun individu tidak mau ataupun mampu berkompromi dalm menyesuaikan kepentingan-kepentingan mereka, maka hal tersebut akan menghambat proses partisipasi.
Ke-tiga, perbedaan posisi tawar (bargaining position) masing-masing pelaku. Agar dialog dan kerjasama dapat dilakukan secara demokratis dan menghasilkan konsensus yang disepakati bersama, maka para pelaku harus memiliki posisi tawar yang seimbang. Jika terjadi dominasi dari suatu kelompok ataupun dari pelaku kepada lainnya, menyebabkan manfaat dari proses parisipasi tidak akan mampu dirasakan oleh setiap pelaku.

Ke-empat, perbedaan persepsi diantara para pelaku mengenai bentuk, mekanisme, serta partisipasi itu sendiri. Dengan tidak adanya kesepahaman diantara masing-masing pelaku mengenai hal-hal tersebut, maka yang akan terjadi adalah ketidakjelasan tujuan dari proses partisipasi yang mereka jalani.

Ke-lima, minimnya transparasi. Bila masing-masing pelaku tidak mampu bersikap terbuka (transparasi), maka tidak mungkin untuk mengharapkan timbulnya rasa saling percaya.

Ke-enam, ketidakmampuan dalam mengorganisasikan partisipasi. Bila proses partisipasi tidak dikelola dengan baik dan tidak didukung oleh ketersediaan dana yang memadai, maka proses partisipasi akan terkesan sebagai kegiatan yang mubazir.

Ke-tujuh, kurangnya kemauan politik (political will) dari pemerintah. Bila pemerintah dan legislatif secara politis kurang mendukung dan tidak serius dikarenakan kekhawatiran bahwa kekuasaan dan pengaruh mereka akan berkurang, maka partisipasi yang setengah-setengah ini akan mengakibatkan timbulnya rasa frustasi dari para pelaku lainnya yang terlibat.



PARTAI POLITIK SEBAGAI MESIN POLITIK

Salah satu pemegang kendali atas hitam-putihnya pemerintah serta masyarakat adalah keberadaan partai politik. Idealnya pilihan warna tersebut ditentukan sejauhmana alur berfikir pegiat partai politik yang menggawanginya. Jika aturan main yang dibuat dan personil yang didudukkan memiliki logika berfikir dan semangat yang sejalan dengan masyarakatnya maka akan baik pulalah bangunan pemerintahan, begitu sebaliknya.

Banyak statement masyarakat yang memposisikan partai politik hanya berfikir tentang perebutan kekuasaan yang ujung-ujungnya adalah seberapa besar asset dan kekayaan financial partai yang diperoleh adalah tidak dapat disalahkan dan tidak pula dapat kita benarkan begitu saja. Karena disamping sebagai mesin kekuasaan partai politik mempunyai peran yang sangat strategis bagi penguatan wacana dan pola pikir masyarakatnya. Mendudukan partai politik sebagai Mesin Politik adalah sebuah tantangan yang harus dipecahkan dan dicarikan solusinya, karena kedua peran ini sangat dekat dan hamper-hampir melekat pada seluruh partai politik di Indonesia.

Partai politik adalah mesin kekuasaan sekaligus mesin politik.
Banyak langkah yang dapat ditempuh oleh sebuah partai politik dalam merealisasikan gagasan menjadikan parpol sebagai mesin politik. Gagasan ini muncul akibat dari lemahnya system control partai, anggota partai yang duduk di kursi Legislative serta masyarakat terhadap kinerja pemerintahnya (eksecutive). Berikut adalah paparan singkat akibat lemahnya control masyarakat, partai politik dan Legislative di Jepara :

1. Fakta Lapangan : Berdasar data Jepara Dalam Angka tahun 2006, Jumlah penduduk kabupaten Jepara mencapai 1.058.064 jiwa adalah 277.045 KK dimana 147.736 KK diantaranya berada pada zona Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I (Pas-Pasan). Jika rata-rata per Rumah Tangga terdiri dari 4 orang maka berdasarkan data tersebut terdapat 590.944 Jiwa warga miskin atau 55,85 % atau lebih dari separuh penduduk Jepara terjerat dalam Kemiskinan

· Hal yang aneh : Kebijakan pemerintah (Eksecutive & Legislative) dalam bidang anggaran justru tidak berpihak kepada masyarakat. Alokasi anggaran yang diperuntukkan kepada program-program pengentasan kemiskinan amat sangat kecil sekali.

· Sampai dengan tahun ini, SKPD yang memiliki Fungsi dan Urusan terkait langsung dengan upaya pengentasan kemiskinan masyarakat hanya mendapatkan alokasi anggaran yang minimal bahkan bisa dibilang mereka hanya mendapatkan sisa-sisa anggaran. Distanak: < 10 M, Dislutkan: < 7 M dan Disindagkop: < 4 M. Fungsi ekonomi pada tahun ini dianggarkan tidak lebih dari 28,3 M dimana harus dibagi kedalam 13 Urusan (Perhubungan, Ketenaga kerjaan, Koperasi dan UKM,Penanaman Modal, Ketahanan Pangan,Pemberdayaan masy. dan Desa,Pertanian, Energi dan SD Mineral, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan,Perdagangan, Industri dan Ketransmigrasian) yang kesemuanya itu memasukkan item Belanja administrasi kantor, belanja Pegawai, Belanja perjalanan dinas, Belanja Kunjungan kerja, Belanja Baju Pegawai, Belanja Lembur, Belanja penyusunan laporan dan belanja aparatur lainnya. Yang sangat mengecewakan lagi adalah kondisi ini tak akan berubah sampai berakhirnya RPJMD tahun 2012 Nanti.

· Disamping kecilnya alokasi anggaran untuk pengentasan kemiskinan, pemerintah juga memberikan ruang yang luas bagi pembangunan sarana-prasarana umum berskala anggaran besar yang tidak berdampak pada penguatan ekonomi kerakyatan. Jepara Trade Centre, Pasar Kerajinan Kalinyamatan, Kawasan Industri Mulyoharjo, Sea World di Pantai Kartini, Pasar Jepara 2 adalah contoh paling nyata simbol kerakusan penguasa, betapa besar keinginan pemerintah untuk Menggunakan Pajak Rakyat Bagi Sebesar-besarnya Keuntungan Birokrat.

· Adalah pasar Mindahan Batealit, yang roboh sebelum digunakan, penunjukan langsung rekanan pada pembangunan pasar Jepara 1 dan adanya indikasi pembelian tanah aset pemda dengan dana APBD, pemberian tunjangan perumahan dewan kendati menyalahi aturan, pemberian persetujuan pada eksplorasi galian C Sumosari yang merusak SDA, perpanjangan kontrak kerjasama eksploitasi pasir besi yang merusak lingkungan, adalah rangkaian masalah lain yang menjadikan semua orang akan sangat fasih mengatakan jepara harus berubah.

2. Fakta lapangan : 81,83 % atau 865.814 jiwa penduduk usia 10 tahun keatas, bekerja pada sektor Industri, Perdagangan dan Pertanian dimana sebagian besar diantaranya adalah pekerja kasar (Buruh amplas, Tukang Kayu, Angkat Junjung, Pelayan Toko, Pembuat batu bata, Pedagang Kecil,Buruh Tani, Jurag-Buruh nelayan).Dilihat dari tingkat pendidikan; hanya1,86% yang memiliki gelar sarjana/sarmud dan 63,66% berpendidikan SD/MI, tidak dan belum sekolah. …………………JDA 2006

· Besarnya jumlah penduduk Jepara yang hanya mampu bersekolah sampai pada jenjang pendidikan SD/MI diperparah dengan kondisi sarana-prasarana pendidikan yang memprihatinkan. Disamping itu adanya ketidak adilan alokasi anggaran APBD dan penentuan lokasi penerima bantuan pengembangan pendidikan (dana APBN/Prov) bagi lembaga pendidikan negeri dan swasta merupakan sisi lain dari kebijakan pendidikan pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat.

· Kisaran dana sebesar 55.000,- – 130.000,- yang harus dibayarkan peserta didik kepada sekolah setiap bulan sebagai pelunasan uang SPP dan belanja kebutuhan lainnya yang rata-rata sebesar 200.000,- telah memaksa orang tua untuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Beranjak dari pemikiran tersebut, berikut adalah langkah-langkah yang hendaknya ditempuh oleh sebuah partai politik untuk menjadi Mesin Politik :

1. Penguatan partai politik dalam proses pendampingan masyarakat (advokasi); hal ini dapat ditempuh dengan cara meningkatkan kualitas hubungan/jaringan kelembagaan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, Non Geverment Organization.
Hubungan ini diperlukan guna mengangkat citra partai 'sebagai tangan panjang masyarakat', lebih mendekatkan partai politik ditengah masyarakat dan dalam rangka melakukan pendidikan politik kepada masyarakat basis. Disamping sebagai alat komunikasi non structural, bebas nilai dengan pelaksana kebijakan (eksecutive).

2. Memanfaatkan figure/potensi local non structural partai dalam merumuskan strategi perjuangan dalam melakukan pendampingan masyarakat. Hal ini menjadi penting dilakukan karena masing-masing figure local yang muncul memiliki basis massa riil, dan biasanya figure tersebut memiliki pengetahuan dan data atas kondisi masyarakatnya yang relative lebih akurat.

3. Memberikan kesempatan figure local non structural partai untuk menjadi calon legislative. Hal ini setidaknya akan memberikan beberapa keuntungan. Figure local lebih diterima di masyarakat kendati segmentasinya terbatas hal ini berdampak pada akan naiknya popularitas sebuah partai sebagai partai yang terbuka dan juga akan berimplikasi pada naiknya jumlah pemilih karena figure dimaksud secara pasti akan melakukan serangkaian kampanye bagi partai yang membawanya (pendulang suara pada PEMILU).

Namun, kesan yang harus dimunculkan adalah bahwa partai tidak setengah hati dalam memberikan peluang tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan pembiayaan kampanye partai DP tersebut yang akan ditanggung dengan beban yang sama antara calon di nomor urut pertama dengan calon di nomor urut terakhir. Disamping itu harus ada kontrak politik yang dibuat jika calon anggota legislative non structural partai itu jadi akibat memenuhi quota lebih dari 30 % angka BPP.

Setidaknya beberapa langkah tersebut diharapkan mampu menjadikan partai politik sebagai mesin politik bukan lagi menjadi mesin kekuasaan, yang selanjutnya diharapkan ada peningkatkan kualitas serta kuantitas partisipasi masyarakat dalam rangka mendorong ide perubahan di Jepara; antara evolusi dan revolusi.

gambar dari sini

0 komentar on "Jepara Berubah: Menuju Partai Sebagai Mesin Politik"

Posting Komentar

 

LPM BURSA Copyright 2009 Reflection Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez