Jumat, 03 April 2009

ANARKISME MAHASISWA (Refleksi hitam – putih dunia Akademika )

Diposting oleh admin di 06.21
Dunia mahasiswa adalah dunia yang hadir setelah menamatkan bangku SLTA ( Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ) ketika para lulusan tersebut memutuskan meneruskan ke bangku kuliah. Beragam orientasi yang mendasari mereka dalam proses study mereka, yang nantinya bisa merefleksikan beragam aktifitas, ketika mereka benar-benar telah menyandang predikat mahasiswa.

Tidak di pungkiri bahwa dalam kehidupan sosial, status mahasiswa masih menjadi nilai bargaining sekaligus prestise (status kelas ) tersendiri dalam komunitas masyarakat tertentu. SMPTN (Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri) merupakan momentum awal dalam proses masuk dalam dunia civitas akademika, atau bila tidak lolos seleksi perguruan tinggi swasta pun tidak masalah, asal predikat mahasiswa bisa tersandang.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apa yang harus di lakukan ketika predikat itu sudah di sandang?. Apakah kuliah aktif, dan belajar secara intens sehingga jadi wisudawan tercepat dengan perolehan IP ( Indeks Prestasi ) yang tertinggi, atau kuliah, aktif di salah satu organisasi kampus, atau kuliah untuk mengisi kekosongan waktu di rumah, atau bahkan istilah 3 D ( Datang, Duduk, dan Diam ) kritikan yang selama ini di tujukan pada mahasiswa yang terkadang membuat telinga gatal, karena mereka mungkin termasuk di dalamnya.

Sebenarnya kritikan ini konstruktif bila kemudian bisa dipahami, kemudian melakukan perubahan pada pola belajar mereka selama ini. Disadari atau tidak, kalangan mahasiswalah yang akan menjadi penerus bangsa ini, lihat saja birokrasi kita semua diisi oleh para pejabat yang dulu bergelut dalam dunia akademis. Seharusnya mahasiswa menyadari posisi dan perannya sebagai bagian anak bangsa dalam konstelasi lokal, nasional, bahkan global, bukan malah menjadi masalah baru di dalamnya, karena tidak memahami makna substansif dirinya sebagai intelectual organic.

Di tengah konstelasi lokal, nasional maupun global dengan beragam persolan yang tak kunjung reda, baik sektor ekonomi, politik, budaya, disintegrasi, kasus KKN yang menjamur -mulai dari birokrasi dalam level bawah sampai pusat- seharusnya menjadi sebuah keprihatin secara kolektif dengan mencari solusi, bukan malah meributkan hal-hal yang tidak urgen, dan signifikan. Lah, sekali lagi mahasiswa adalah komunitas masyarakat dengan kapasitas intelektual yang selama ini dikenal, karena memang mereka bergelut dengan disiplini lmu tertentu.

Seharusnya mereka mampu ikut andil dan aktif secara intensif dalam penyelesaian problem bangsa ini. Predikat Agent Of Social Change, Agen of Control, atau apapun terminologinya, itu seharusnya mulai di implementasikan dalam ranah realitas, dan benar- benar nyata serta membumi, tidak hanya sebatas julukan yang tak kunjung terbukti. Dan sekaligus juga Tri Darma Perguruan tinggi Harus mereka pahami ,sadari, diinternalisasikan, kemudian diimplementasikan.

Dalam konteks tujuan pendidikan nasional, untuk mencetak kader bangsa yang memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni dan ketakwaan pada Tuhan, PT (perguruan tinggi) merupakan institusi yang memberdayakan warga negara mulai dari wilayah akar rumput (masyarakat) sehingga diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang handal di bidangnya.
Sangat ironis ketika mahasiswa yang seharusnya mengedepankan logika (berpikir) justru menunjukkan emosi dan otot. Apakah selama ini mereka belum mampu memahami dan meginternalisasikan tugas dan peran yang harusnya mereka kerjakan? Atau malah mereka telah terkontaminasi oleh paradigma yang tidak sehat, sehingga akal sehatpun seakan hilang sehingga melakukan tindakan yang tidak patut sebagai seorang mahasiswa.

Coba kita melihat, dan menganalisa dalam berbagai perspektif kejadian tawuran antara mahasiswa YAI dan mahasiswa UKI (Universitas Kisten Indonesia) dan banyak kasus tawuran yang terjadi di beberapa daerah yang sungguh patut disesalkan. Sekali lagi wajah dunia akademis tercoreng oleh tindakan anarkis mereka. Beragam kritik, hujatan, serta argumen mencuat terhadap beberapa kasus tersebut.

Cobalah kita pikirkan bersama, sudah benarkah tindakan tersebut? Kalau memang salah siapa yang harus bertanggung jawab ? apakah mahasiswa? Oh, itu jelas, mereka adalah para pelaku aksi tawuran tersebut, atau malah instistusi tempat mereka belajar? Yang pasti kita tidak perlu mengkambinghitamkan satu dan lainya, tapi masing-masing pihak sebaiknya mengintrospeksi dirinya masing-masing. Kalau kita berpikir dengan akal sehat, tentu tampak sangat tidak pantas dan jauh dari etika akademis, tindakan anarkis (tawuran) tersebut bila menilik latar belakang para pelakunya sebagai mahasiswa.

Ironis memang, tapi inilah relita yang ada. Patut dipertanyakan apakah pendidikan di bangku kuliah telah mampu merubah paradigama mahasiswanya dari paradigma anak SMA, menjadi paradigma mahasiswa yang mengedepankan logika, argumen sebagai dunia dialogis, bukan malah otot yang dikedepankan. Hal ini patut kita renungkan bersama, apakah memang dunia pendidikan kita belum mampu memberi kontribusi berarti bagi pendidikan seperti yang di harapkan. Atau mahasiswanya yang belum mampu menangkap dan memahami makna substantif dari pendidikan mereka, ini harus di benahi bersama.
Tindakan anarkis (tawuran) yang terjadi yang membuat cedera dari masing pihak, serta merusak fasilitas kampus, seharusnya bisa ditindak secara hukum supaya memiliki efek jera bagi para pelakunya. Orang tua wali mahasiswa pasti merasa takut, miris melihat kejadian tersebut, dan mungkin berimplikasi pada hilangnya rasa kepercayaan mereka pada pihak kampus. Hal ini sekali lagi instistusi yang terkena imbas jeleknya.

Sekali lagi persoalan tindakan anarkis (tawuran) dikalangan mahasiswa memerlukan kesertaan berbagai pihak (orang tua, dosen, lembaga kampus, aparat) dalam menyelesaikannya, serta mencari solusi agar tidak terulang kembali. Kesadaran dari para mahasiswa adalah merupakan hal yang paling esensial dalam persoalan ini karenanya, harus ditanamkan oleh para dosen, orang tua, bahwa prilaku tawuran sudah tidak pantas di kalangan terpelajar, terlebih lagi oleh mahasiswa. Dan harus disadari, bahwa kebobrokan bangsa ini tergantung juga pada generasi penerusnya, karena bukankah selama ini yang selalu memimpin negeri ini adalah selalu mereka yang memiliki basic pendidikan di perguruan tinggi? Bayangkan bila sedari dini para calon pemimpin ini sudah lekat dengan dunia kekerasan, dan perilaku negative yang lain, maka yang terjadi negeri ini akan dipimpin oleh generasi-generasi yang busuk, yang akan menghancurkan dan mengekploitasi kekayaan Negara demi kepentingan pribadi. Akan hancurlah negeri ini secara perlahan tapi pasti.

Mari kita bersama menyelamatkan bangsa ini, dengan menyelamatkan diri-diri kita sendiri sebagai anak-anak bangsa, dari perilaku-perilaku negativ, sehingga cita–cita luhur para founding father (pendiri negeri ) kita bisa terwujud, Amin.

0 komentar on "ANARKISME MAHASISWA (Refleksi hitam – putih dunia Akademika )"

Posting Komentar

 

LPM BURSA Copyright 2009 Reflection Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez