Selasa, 29 Januari 2008

Kontemplasi Senja

Diposting oleh admin di 03.52


Sebenarnya, apa yang diinginkan setiap orang terhadap keberadaannya?

Setiap hari, minimal 5 kali sehari, kita selalu berucap, "rabbanaa aatinaa fiddunya hasanah wa fil aakhirati hasanah waqinaa 'adzaabannaar." Entah itu diucapkan sebagai doa, permohonan yang sungguh-sungguh, rutinitas verbal atau hanya sepintas lalu. Yang pasti harapan terdalam yang mungkin, bahkan telah terendap di alam bawah sadar inilah, justru yang menjadi keinginan, harapan dan kebutuhan yang mendasar dalam diri tiap manusia. Kebaikan, kebahagiaan di dunia dan juga kebahagiaan di akhirat (bagi yang yakin).

Kalau tidak, lalu sebenarnya apa yang manusia lakukan setiap hari?

Para pelajar belajar dengan tekun (at least, niat), para bapak bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga (bapak-bapak yang baik tentunya), para ibu dengan penuh kasihnya menuntaskan tugasnya (ibu-ibu yang sholihah dan calon sholihah, mungkin. Amiin), dan seterusnya. Setiap orang sibuk dengan bagian tugas masing-masing, baik berat ataupun tidak. Semua itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Lalu kebutuhan hidup yang mana?

Yakinlah, bahwa kebutuhan hidup tak akan pernah tercukupi sampai kita merasa cukup. Cukup dalam lahir, karena kita bersyukur atas semua yang terlimpah, tak peduli itu banyak atau sedikit, bahkan mungkin tak terlihat sama sekali. Karena banyak/sedikit itu hanya ukuran di mata manusia, sedang Tuhan tak pernah salah dalam menentukan setiap jengkal bagian kita.

Cukup dalam batin, karena kita selalu yakin tak ada yang sia-sia dari segala ciptaan-Nya, serta hanya Dia-lah yang selalu mencukupi setiap usaha yang mungkin tak pernah cukup untuk menggantikan segala hal yang kita terima.

Tuhan selalu memberi lebih dari apa yang kita mau, kita minta dan kita inginkan. Mungkin kita tak terlalu menghiraukan atau enggan memikirkan hal-hal semacam itu, tapi Dia selalu tahu apa yang terbaik dari segala usaha yang kita lakukan dengan sungguh-sungguh, kebahagiaan.

Kebahagiaan?

Kebahagiaan tak selalu berupa kesenangan, kegembiraan atau keriangan cinta yang membuncah, bahkan terkadang kebahagiaan hanya mampu terungkap dengan air mata. Kebahagiaan bukanlah pada awal, tapi pada akhir. "aku bahagia karena (telah) bertemu dengannya…" "aku bahagia karena (telah) mendapatkan yang kuimpikan." "…kita bahagia karena kita telah, telah, dan telah ..." dst.

Kebahagiaan adalah di mana kita telah menemukan, meraih, merasakan sesuatu yang cukup dan tulus.

Cukupkah kebahagiaan hanya sekedar merasa bahagia?

Bahagia adalah pilihan jiwa. Sejauh mana jiwa mampu melihat, menyadari serta menggapai hakikat kebahagiaan itu, sehingga ia hidup di dalamnya, dan bukannya mati.

Jika dikau tak karuniakan jalan,

Ketahuilah bahwa jiwa pasti tersesat:

Jiwa yang hidup tanpa-Mu

Anggaplah ia mati!

(Jalaludin Rumi)



Dan tanpa mengingat-Nya, kebahagiaan akan terus mencari hakikat keberadaannya dalam sisi ruang yang masih hampa.

Lalu?

Lalu apa, kebahagiaan akan masih dipertanyakan selama kehampaan itu belum terisi, ketenangan. Dan ketenangan ada bersama-Nya.

Hanya dengan-Nya, kita bisa bercerita tentang berbagai hal yang tak bisa kita ceritakan pada orang lain, karena Dialah yang maha mendengar. Hanya pada-Nya kita bisa memohon segala yang tak bisa diberikan oleh orang tekasih sekalipun, karena Dialah yang maha memberi. Hanya bersama-Nya kau bisa menangis semalaman tanpa ditinggalkan-Nya, karena Dialah yang maha pengasih yang setia (menjagamu) dalam kesetiaanmu.

"Dikau talah beri aku hidup, dan beri aku banyak waktu

Dikau amat murh hati kepada orang yang amat merendahkan diri, Tuhan!

Selama tujuh puluh tahun penuh, di sini aku durhaka,

Namun tidak Dikau tahan karunia-Mu, seharipun!

Kini aku tak dapat cari uang, aku sudah tua, aku tamu-Mu,

Akan kumainkan harpa untuk-Mu, sebab aku ini milik-Mu!"

(Rumi)

Di mana sebenarnya ujung dari semua ini?


Kita akan mengetahuinya bila kita telah mengenal diri kita. Dan kita akan mengenal diri kita ketika kita telah mengenal Tuhan. Tuhan sang pencipta, dan kita tak lebih dari sekedar makhluk ciptaan-Nya.

Bahagia?

Bukankah harapan setiap manusia untuk bahagia? Dan selalu ada pilihan untuk itu.

asal gambar senja
asal gambar dance

1 komentar on "Kontemplasi Senja"

Anonim mengatakan...

Salam mba nurul

Saya suka menyapa kawan2 lewat kolom komentar blog,, sekedar menyambung silaturahmi.. Saya Ibad-- nama kitab kayaknya--, insya Allah kita sudah kenal di workshop amina Wadud... refleksinya cukup bagus.. sederhana,,, penting nampaknya...
Tampaknya juga harus diperbanyak...

ini saja, sekedasr menyambung silaturahmi

ibad

http://kabartersiar.wordpress.com

Posting Komentar

 

LPM BURSA Copyright 2009 Reflection Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez